Infoindomaju.com -JAKARTA- Desa Paccekke adalah salah satu Desa yang berada di Kecamatan Soppeng Riaja Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.
Kata “Paccekke” sendiri berasal dari Bahasa daerah suku Bugis yang memiliki makna dingin.
Pemberian nama tersebut bukan tanpa sebab, karena latar belakang geografi Desa Paccekke sendiri yang berada diantara pegunungan dan dataran tinggi sehingga suhu udaranya menjadi dingin.
Letak geografis Desa Pacceke yang berada pada dataran tinggi menjadi potensi kekayaan tersendiri bagi desa dan masyarakatnya, di tempat ini kita bisa menikmati alam mulai dari panorama perbukitan, tenggelamnya matahari (Sunset) di ujung laut dari atas ketinggian serta keindahan Embung Paccekke yang sudah bertaraf nasional sebagai juara Inovasi.
Tak hanya cukup di situ, Desa Paccekke juga merupakan Saksi sejarah perjuangan Panglima Besar Jenderal Soedirman di Tanah Sulawesi, dimana di Desa ini Lahirnya TRI Divisi Hasanuddin dan Kodam XIV Hasanuddin, itu semua termuat dalam surat perintah (mandat) Jenderal Soedirman yang di tulis menggunakan ejaan lama yang kemudian di abadikan dengan prasasti yang berada di depan Monumen Paccekke.
Sedangkan monumen paccekke sendiri untuk mengabadikan 4 resimen yang tergabung pada saat itu, yakni : Resimen I Paccekke, Resimen II PKR Luwuk, Resimen III Bajeng Makassar Selatan, dan Resimen IV PKR Kolaka Kendari melakukan konferensi yang mencetuskan lahirnya TRI Devisi Hasanuddin.
Demikian Kepala Desa Paccekke dinakhodai Muh.Dahlan,S.Sos, M.Si saat ini mewakili Sulawesi Selatan untuk mengikuti sidang penetapan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Indonesia di Jakarta, 28-1 Agustus 2023.
Salah satunya yang dibawa WBTB yaitu, Mattojang yang dipaparkan oleh Kepala Desa Paccekke tiga priode tersebut dimana diselenggarakan Direktorat perlindungan kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Riset, Kebudayaan Tekonologi.
Adapun Mattojang yang merupakan event tahunan digelar Pemerintah dan Masyarakat Desa Paccekke memiliki kekhususan sendiri dengan yang dilaksanakan oleh masyarakat yang lainnya, ungkap Dahlan.
Di Desa Paccekke Mattojang diadakan bila masyarakat sendiri menginginkan waktunya. Pemerintah Desa hanya menfasilitasi pelaksanaannya.
“Saya kirab Mattojang umum namun di Kabupaten Barru hanya Desa Pacceke lah yang mempertahankan dan melestarikan budaya Mattojang ini,”ujarnya
Mattojang adalah ayunan raksasa yang terbuat dari dua buah pohon kapuk yang tinggi, kemudian tali ayunan dibuat dari rotan tetapi di Paccekke talinya terbuat dari kulit kerbau dan masih kuat hingga sekarang bahkan sudah dipakai sampai generasi ke 3, pungkasnya.